Jumat, 14 Desember 2012

Hidup Sederhana

Kata sederhana sekarang menjadi satu kata yang langka. kata itu jarang muncul dan digunakan dalam pembicaraan sehari-hari. baik secara lisan maupun tulisan. Karena itu, secara otomatis telinga kita juga kurang familier dengan kata sederhana. kesederhanaan di Indonesia, kini seperti orang lain di rumah sendiri. kesederhanaan sebagai konsep maupun perilaku kini mulai tergusur dengan boros, mewah, belanja dan lainnya. Lalu bagaimanakah dengan anak-cucu kita kelak, apakah mereka nanti masih memahami arti dan makna kata sederhana, jika sekarang saja mereka tidak perna mendengar kata itu ? Kini saatnya kita mengajari kesederhanaan. Dengan amat mudah kesederhanaan itu dicontohkan kepada mereka daripada diterangkan dalam tulisan. keterangan tentang kesederhanaan telah mereka terima dari berbagai buku pelajaran di sekolahan. Dan tugas kita mencontohkannya dalam kehidupan.

Kesederhanaan dapat kita tamsilkoan kepada mereka dengan cara meminimalisir belanja, memenuhi barang sesuai keperluan, janganlah berlebihan dan juga menjauhkan anak dari kebiasaan jajan. Bukankah itu semua perkara yang mudah? Kesederhanaan juga harus dibangun dalam pola pikir kita semua. Karena pola pikir akan menentukan sikap dalam hidup realita.

Seorang yang berpikir secara sederhana tidak ada rasa ingin menguasai dan memiliki hak orang lain di luar haknya. Sebuah perkataan yang perlu dipikirkan adalah 'Cukupkanlah hidupmu dengan penghasilanmu'. Artinya, dalam ranah keluarga perlu adanya strategi pendanaan yang berakar pada pengendalian nafsu berbelanja dan membeli. Kita harus belajar memilah antara perkara yang harus dibeli, yang boleh dibeli, dan yang tidak perlu dibeli. Secara logis banyak sekali orang yang paham perbedaan yang primer dan sekunder, akan tetapi rayuan nafsu mengalahkan logika untuk memilih satu diantara dua.

Kisah kesederhanaan Rasulullah saw. terekam dalam sebuah hadits yang menceritakan betapa beliau tidak mempunyai keinginan menumpuk harta, walaupun jikalau mau sangatlah muda baginya. Ketika Islam telah berkembang luas dan kaum muslimin telah memperoleh kemakmuran, Sahabat Umar bin Khattab R.a berkunjung ke rumah Rasulullah saw. ketika dia telah masuk ke dalamnya, dia tertegun melihat isi rumah beliau, yang ada adalah sebuah meja dan alasnya hanya sebuah jalinan daun kurma yang kasar, sementara yang tergantung di dinding hanyalah sebuah geriba(tempat air) yang biasa beliau gunakan untuk berwudhu. Keharuan muncul dalam hati Umar Ra. tanpa disadari air matanya berlinang, maka kemudian Rsulullah saw. menegurnya. "gerangan apakah yang membuatmu menangis?" Umar pun menjawabnya, "Bagaimana aku tidak menangis ya Rasulullah ? Hanya seperti ini keadaan yang kudapati di rumah Tuan. Tidak ada perkakas dan tidak ada kekayaan kecuali sebuah meja dan sebuah geriba, padahal di tangan Tuan telah tergenggam kunci dunia Timur dan dunia Barat, dan kemakmuran telah melimpah." Lalu beliau menjawab "Wahai Umar aku ini adalah Rasul Allah, Aku bukan seorang Kaisar dari Romawi dan buka pula seorang Kisra dari Romawi dan bukna pula seorang Kisra dari Persia. Mereka hanya mengejar duniawi, sedangkan aku mengutamakan ukhrawi.

Kata-kata Aku bukan Kaisar Romawi, Aku bukan Kisra Persia, tidak berarti Rasulullah tidak memiliki kesempatan, mengingat keterangan Umar bahwa di tangan Rasulullah lah tergenggam kunci dunia Timur dan dunia Barat. Namun niat Rasulullah saw dalam kalimat terakhir itu merupakan kata paling berharga "Mereka hanya mengejar duniawi, sedangkan aku mengutamakan ukhrawi." Apa yang diisyaratkan Rasulullah saw sangatlah jelas, bahwa tidak selamanya hidup dengan kemewahan dan gemilang harta adalah berkualitas, justru sebaliknya. Seringkali kehidpan semacam itu menjadikan hisup terasa kering dan sunyi.

Sumber : Buletin Dakwah Nahdlatul Ulama
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...